Kita sudah membahas mengenai Air dalam solar, dan bagaimana air tersebut dapat menjadi tempat berkembang biaknya mikroba. Keduanya dapat sangat mengganggu kualitas solar sehingga berpotensi merusak mesin kita. Dalam artikel ini, kita akan membahas mengenai masalah ketiga mengenai stok solar kita, yaitu: degradasi solar.

Degradasi solar terjadi secara natural. Mesin diesel tidak memakai semua solar yang dihisapnya. Sebagian besar solar akan kembali ke tanki solar. Dengan demikian solar akan terus menerus disirkulasi, dan terekspos pada panas juga tekanan tinggi dalam injection pump. Hal ini akan menyebabkan aglomerasi (pengelompokan) zat aspal (asphaltene) yang memang secara natural ada di dalam solar.

Penggumpalan zat ini dalam ukuran kecil akan membuat solar yang masuk ke ruang bakar menjadi susah terbakar. Dalam jumlah besar, gumpalan ini akan menjadi sludge atau lumpur yang dapat menyumbat filter solar atau saluran injeksi bahan bakar di mesin!

Ciri degradasi bahan bakar solar ini terlihat dari warna solar yang menghitam.

Bahkan untuk solar yang tidak dipakai, yang tersimpan cukup lama, degradasi ini dapat terjadi. Ini disebabkan zat asphaltene akan saling tertarik dan menggumpal dengan sendirinya. Gumpalan ini kemudian akan terakumulasi di bagian bawah tanki. Jika kita melihat bagian bawah tanki kita seperti tertutup aspal, itu adalah akumulasi gumpalan asphaltene tadi!

Karena itu, idealnya solar yang kita punya harus terpakai segera. Caterpilar, misalnya, menyarankan agar solar yang dipakai untuk mesin-mesinnya adalah hasil produksi berumur maksimal 1 tahun, atau biodiesel berumur maksimal 6 bulan.

Celakanya lagi, seharusnya solar disimpan pada suhu 20 C untuk dapat bertahan dengan kualitas yang baik selama 1 tahun! Jika suhu penyimpanan di atas 30 C, solar dapat terdegradasi parah hanya dalam 6 bulan! Karena itu untuk solar yang disimpan lama, sebaiknya disimpan dalam tanki bawah tanah yang tidak terkena panas matahari langsung.

Demikian sekilas informasi tentang degradasi solar. Semoga bermanfaat!